Poto: Surat Edaran Resmi DPP GWI Nomor : 023/DPP-GWI/VIII/2025.
Gebrakkasus.com – RIAU – Ketua Dewan Pimpinan Daerah, Gabungan Wartawan Indonesia (DPD – GWI) Provinsi Riau, Bomen, meminta supaya Dewan Pimpinan Pusat (DPP – GWI) segera mencabut Surat Edaran Resmi DPP GWI Nomor : 023/DPP-GWI/VIII/2025.
Karena di dalam Surat Edaran (SE) tersebut dinilai telah menghilangkan Kemerdekaan dan membatasi kewenangan seluruh Ketua DPD GWI se-Indonesia. Hal ini akan menjadi masalah baru di tengah DPP, DPD dan DPC apa bila tidak segera dicabut.
Wartawan senior yang sudah aktif menulis di Media sejak Tahun 1999 itu sampai sekarang mengatakan, tidak ada masalah DPP GWI mengeluarkan SE apa bila sudah sesuai aturan menurut AD-ART yang diterbitkan pada tanggal 7 Desember 2011.
Tetapi, jika SE diterbitkan hanya karena suatu persoalan lain dan atau ada unsur kepentingan lain, sehingga berdampak buruk menghambat tugas dan kewenangan Ketua-Ketua DPD GWI di seluruh Indonesia.
“Selama ini DPP GWI telah melaksanakan Tupoksinya dengan menerbitkan SK DPD, sedangkan DPD menerbitkan SK DPC. Artinya, semua memiliki kewenangan dengan Satu Komando di Wilayah DPP dan Wilayah DPD,” kata Bomen yang sudah bergabung sejak lahir atau berdiri nya GWI ini.
Bomen yang merupakan Jurnalis aktif dan telah menerima Piagam Penghargaan serta Sertifikasi sebagai Juara 1 Penulis Terbaik ini dari Lembaga Pendidikan Wartawan, Pekanbaru Journalist Center (PJC), memiliki banyak pengalaman selama bergabung di GWI.
“Dahulu, nama GWI ini adalah GAWANI. Mulai Tahun 2001, saya dan rekan saya David Leo (beliau masih ada saat ini) adalah pemegang Mandat GAWANI di Provinsi Riau. Pada Tahun 2006, nama GAWANI dirubah menjadi GWI oleh Pendiri GWI, Fowa’a Hia, SH, MH (beliau sudah Almarhum). Beliau domisili di Jakarta, setiap turun ke Riau, kami terus duduk Ngopi bareng. Semoga beliau tenang di Alam sana,” ungkap Bomen yang sudah menulis di 9 Koran dan saat ini Owner Media Online.
Setelah itu, kepengurusan GWI di Pusat (Jakarta), diperebutkan sejumlah oknum yang tidak jelas kedudukannya di DPP GWI. Mulai dari Jerry Martin, yang mengklaim sebagai Ketua Umum, Suparman Daeli klaim sebagai Ketum dan Moris Taosisi Giawa juga klaim sebagai Ketum.
“Perjuangan untuk mempertahankan kedudukan GWI, saya hanya bisa melakukannya melalui kekuatan dalam pemberitaan di Media. Akhirnya, satu per satu para pihak yang mengklaim sebagai Ketum, gugur, bang Andrea mengetahui peristiwa itu. Bahkan, saat Suparman dan Moris main ke Riau dengan urusan GWI, ketakutan jumpa dengan saya, akhirnya lari,” terang Bomen.
Tahap berikutnya, pada tahun 2012, Pendiri GWI baru dengan Akta Notaris Turunan sebagaimana dibuktikan dalam Administrasi Hukum Umum Kemenkum HAM RI, dengan Pendiri antara lain, Sahat K Silaen, Andera dan Sumiati sekaligus ketiganya sebagai Ketum, Sekjen dan Bendum (KSB).
Kemudian KSB mengirimkan kepada kami (Toro dan Bomen) Surat Mandat untuk membentuk DPD GWI Riau. Melalui rapat, saya dipercaya oleh Forum sebagai Ketua GWI Riau.
Seiring waktu berjalan, DPD GWI Riau dilantik oleh DPP yang dilaksanakan oleh Ketum Sahat K Silaen bersama Sekjen Andera di AISINE HOTEL di jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.
“Pertama sekali saya melantik Ketua DPC GWI Kabupaten Rokan Hulu, Provinsi Riau. Saat itu, Ketua DPC Rokan Hulu, Fahrin W termasuk Ketua DPC GWI Rokan Hulu saat ini, bang Rian Alfian atau dikenal dengan sebutan Alfian Gondrong dan atau sebutan lainnya Alfian Top, pelantikan itu juga dihadiri Ketum DPP, Sahat K Silaen,” sebut Bomen.
Hingga saat ini, sudah 8 DPC yang sudah terbentuk di Riau dan sebagian sudah di Lantik sebelumnya.
“Oleh karena itu, sesuai yang sudah dijalankan sebelumnya, internal GWI di Riau saya kira baik-baik saja. Sebagai Ketua GWI Riau, saya tidak ada penekanan apa lagi mempersulit DPC-DPC yang sudah ada, justeru saya berikan keleluasaan kepada mereka supaya mereka bisa bekerja maksimal mengembangkan dan membesarkan nama GWI agar mereka hidup tenang dan bahagia,” ujar nya.
Terkait dengan SK yang dikeluarkan DPD Provinsi Riau ke DPC Kabupaten, selama ini biasa-biasa saja, lancar-lancar saja tanpa meminta pungutan biaya, kecuali ada yang membantu biaya administrasi saja. Bahkan, ada yang tidak membantu dengan alasan kondisi ekonomi lemah.
Mengenai KTA, itu kewenangan DPP yang menerbitkan, selama ini DPC menitipkan biaya KTA ke DPD, lalu DPD mentransfer ke DPP melalui Rekening Bendum a.n.Sumiati.
Sedangkan nilai biaya KTA, sesuai nilai yang diputuskan oleh DPP sebelumnya adalah Rp 150 ribu, saat ini naik menjadi Rp 200 ribu. Itu pun, langsung diambil semua oleh DPP dan tidak ada pembagian untuk Kas DPD. Kecuali DPP membentuk sendiri DPC di Riau dan menerbitkan KTA tanpa koordinasi, tentu itu di luar pengetahuan dan di luar tanggung jawab DPD Riau. Hal itu pernah terjadi.
Soal Baju Kebesaran GWI dan atau Seragam Dinas GWI, sepertinya telah terjadi kesimpangsiuran warna, saat ini beragam warna Baju Dinas atau disebut Baju Kebesaran GWI. Ada warna Biru, Hitam dan Merah, apakah ini disebut tertib Manajemen dan tertib Administrasi?
“Kondisi ini tidak mencerminkan. Padahal, setiap organisasi, hanya satu warna baju, membuktikan bahwa, organisasi itu benar-benar Solid, Militan dan Bersatu. Situasi ini, menjadi preseden buruk terhadap Lembaga kita. Masyarakat, Lembaga lain dan Pemerintah menilai kita tidak mampu mandiri, saya sedih dengan kondisi ini.
“Saya minta Baju GWI disatukan kembali warna semulanya supaya terlihat seragam,” tegas Alumni PJC yang pernah menjadi Mahasiswa Fakultas Hukum di UNILAK itu”. Pada hari Ahad Minggu, (9/11/2025)
Ketua DPD GWI Riau, Bowoziduhu Bawamenewi yang akrab disapa Bomen ini, selain berurusan dengan para 3 Ketum berbeda sebelumnya, juga telah bersama-sama dengan 3 Ketum berikutnya antara lain, Sahat K Silaen, H. Hasanudin Walet, SH dan saat ini, Andera.
“Bahkan, bang Ketum Andera pernah meminta saya untuk tinggal di Jakarta agar bisa membantu kepengurusan di DPP, kemudian Andera setelah melakukan koordinasi di internal DPP lalu kemudian menerbitkan SK dan KTA saya sebagai Waketum DPP GWI,” bebernya.
Bukan itu saja, lanjut Bomen, “Ketum Hasanudin Walet pernah mengeluarkan SK estafet kepada saya sebagai Ketua Umum DPP GWI melanjutkan periode 2022-2025 dengan alasan telah terjadi konflik kepentingan di internal DPP. Tetapi bagi saya, karena semua unsur Pimpinan GWI saya kenal, untuk menghindari kecemburuan sosial, maka tidak ada sedikit pun niat ambisi saya untuk melanjutkan Tugas tersebut,” ucap Bomen.
Terakhir, ia kembali mempertegas soal Surat Edaran untuk segera dicabut karena tidak sesuai dengan apa yang telah dijalankan DPP dan DPD selama ini. DPD tunduk kepada DPP, DPC tunduk kepada DPD. DPP memberikan kebebasan kepada DPD untuk membangun DPC melalui kegiatan Konsolidasi maupun Pembinaan ke DPC di Wilayahnya. Secara global, DPP menjalankan tugasnya untuk melakukan Pembinaan kepada DPD dan DPC.
“Tidak ada Aturan di atas Aturan yang dibuat oleh segelintir orang yang mempunyai kepentingan pribadi dan Aturan tertinggi di dalam organisasi adalah Rapat Anggota, Musyawarah dan Mufakat bersama, bukan keputusan sepihak, apa lagi itu disebut hanya bersifat sementara, itu tetap saja tidak sesuai aturan, ini organisasi profesi, bulan organisasi Rumah Tangga, Keluarga dan atau pribadi.
Marilah kita biasakan diri untuk bersikap profesional dikritisi dan siap legowo. Kecuali kritisi itu tanpa solusi, itu sama saja nol. Setidaknya, kita mampu memberikan kontribusi dengan cara meluangkan Waktu, Pandangan, Pikiran, Materi dan Tenaga untuk mendorong kemajuan GWI ini, jangan jadi Penonton di Rumah sendiri, saya melihat sangat sangatlah miris sekali melihat surat DPC surat DPD yang ditujukan kepada DPP, saya menilai ketidak profesionalnya dalam mengambil kebijakan dan keputusan ,saya agap berkepihakan, sampai kapan situasi dan kondisi GWI ini begini-begini saja!?
“Surat Edaran itu jangan justru memicu kegaduhan dan konflik di internal GWI, kita tetap satu Komando, Pelayanan Satu Pintu. Yang sudah berjalan dengan baik selama ini yaitu, DPP menerbitkan SK dan KTA DPD dan DPC. Kemudian DPD menerbitkan SK DPC. Sedangkan urusan Baju Dinas, DPP memberikan kewenangan kepada DPD dan DPC membuat sendiri, itu yang sudah berjalan dengan baik selama ini. Lalu apa yang dimaksud DPP terjadi Dualisme?
Bomen berharap kepada DPP, bila mana terjadi gejolak konflik baik di internal DPD maupun di DPC, supaya segera mengambil jalan tengah, Resfonsip,bijak dalam mengambil keputusan.seorang ketua umum harus hadir dalam permasalahan mengambil alih untuk segera menciptakan suasana yang kondusif tanpa harus berlarut-larut.
Kalau ada gejolak di internal GWI, DPP harus sigap segera merespon, ambil alih dan berikan solusi supaya situasi kembali kondusif, jangan menunggu sampai merembes ke yang lain. sehinga yang tidak tau permasalahan malah ikut ikutan dukung sana sini.
“Saya juga minta kita semua mendukung kemajuan GWI ini ketika dalam Anggaran dasar dan anggaran Rumah Tangga(AD/Art), sekiranya masih ada yang harus ditambahkan dengan membuat Peraturan organisasi PO dan Penandatanganan Fakta Integritas”.
Dengan di Adakan Musda. Rakerda atau adakan Rapat seluruh anggota dan di laksanakan berdasarkan kesepakatan bersama, Itu baru Hebat, Bermutu dan Profesional!,” tegas Bomen. **Red** Sumber : DPD GWI PROVINSI RIAU.












