Gebrakkasus.com – CIREBON, – Suhu persoalan tanah di Desa Setupatok, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon, kini kian memanas. Setelah keluarnya surat resmi dari Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan Kabupaten Cirebon bernomor 500.17.4/1.410/Pertanahan tertanggal 20 Oktober 2025, situasi di lapangan berubah menjadi perhatian publik.
Surat tersebut memuat undangan rapat fasilitasi penyelesaian polemik tanah garapan, yang dijadwalkan berlangsung Rabu, 22 Oktober 2025, di Kantor Kuwu Setupatok. Sejumlah pihak diminta hadir, di antaranya Camat Mundu, Kuwu Setupatok, Ketua BPD, dan Ketua Paguyuban Rakyat Cirebon (PARACI).
Kuwu Desa Setupatok, Johar, menegaskan bahwa lahan yang menjadi sumber polemik itu merupakan tanah negara, bukan milik individu maupun kelompok tertentu. Ia menuturkan bahwa seluruh data dan dokumen resmi kepemilikan tanah tersimpan rapi di kantor desa.
“Tanah itu adalah milik negara, bukan milik pribadi ataupun kelompok mana pun. Semua bukti dan dokumen kami pegang di desa,” tegas Johar usai menerima salinan surat undangan dari dinas terkait.
Sementara itu, Ketua Paguyuban Rakyat Cirebon (PARACI) menanggapi lebih keras. Ia menilai adanya indikasi kuat penyimpangan dan penyalahgunaan lahan negara yang digarap tanpa dasar hukum yang sah.
“Kami dari PARACI akan melaporkan persoalan ini ke Kejaksaan Agung, Kapolri, dan Satgas Mafia Tanah. Ini bukan lagi sekadar urusan desa, tapi sudah mengarah pada dugaan permainan serius yang harus diusut tuntas,” ujarnya lantang.
PARACI mendesak agar penegak hukum turun tangan dan menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam dugaan alih fungsi lahan negara secara ilegal. Menurutnya, langkah cepat dan transparan dibutuhkan untuk menegakkan keadilan agraria dan mencegah praktik “mafia tanah” yang merugikan masyarakat.
Rapat fasilitasi yang akan digelar pada 22 Oktober 2025 mendatang disebut sebagai momentum penting untuk membuka fakta-fakta di lapangan secara terang-benderang, sekaligus memastikan status hukum tanah serta tanggung jawab para pihak yang terlibat.
Masyarakat Desa Setupatok kini menanti hasil pertemuan tersebut dengan penuh harap. Mereka menginginkan penyelesaian yang adil, transparan, dan bebas dari intervensi maupun kepentingan terselubung.
“Kami ingin kejelasan. Jangan sampai tanah negara dijadikan ajang permainan oleh segelintir orang,” ungkap salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Dengan meningkatnya tensi dan sorotan publik, persoalan tanah di Desa Setupatok kini bukan hanya urusan lokal, melainkan menjadi ujian serius bagi aparat penegak hukum untuk membuktikan komitmennya dalam memberantas mafia tanah dan menegakkan keadilan bagi rakyat kecil.
(Eka)