Gebrakkasus.com – LAMSEL,–Di dugaan Ada praktik tidak transparan dalam program revitalisasi gedung SKB Negeri Lampung Selatan kecamatan Kalianda, kabupaten Lamsel, Terlihat jelas. Pada hari Selasa 21 Oktober 2025.
Sekolah tersebut yang terletak di jalan trans Sumatera (depan stadion Jati Kalianda) desa/ kelurahan Way Urang kecamatan Kalianda.
Andarmin Ketua Umum Forum Aliansi Hukum Amanat Masyarakat menduga kepala SKB Negeri Lamsel, Nurhasan. S.pd.MM terdapat praktik kongkalikong antara pihak konsultan pembangunan gedung.
Nilai proyek yang dikelola melalui skema swakelola ini mencapai Rp 1.005.472.000 dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah direktorat jenderal pendidikan vokasi, pendidikan dasar dan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus direktorat pendidikan non formal dan pendidikan informal.
Dari hasil pemantauan media ini ditemukan dugaan sejumlah pola penyimpangan dilapangan, di antaranya: Penunjukan konsultan tanpa seleksi terbuka – sekolah diduga sudah menentukan konsultan tertentu sejak awal.
Mark up anggaran – biaya pembangunan dinaikkan, tetapi kualitas material justru diturunkan.
Bagi-bagi fee – sebagian dana proyek diduga dialihkan untuk kepentingan pihak-pihak tertentu.
Spesifikasi tidak sesuai – terdapat indikasi pengurangan volume material yang berdampak pada kualitas bangunan yang buruk.
“Kalau praktik seperti ini dibiarkan, kualitas bangunan sekolah akan buruk, berpotensi kerusakan dan membahayakan keselamatan siswa, sekaligus menimbulkan kerugian bagi Negara,”
“Revitalisasi sekolah memang penting, tapi jangan sampai jadi ajang bancakan beberapa oknum,” Tegasnya andarmin
Beliau mengajak masyarakat turut mengawasi jalannya pembangunan dan menekankan agar dana publik benar-benar digunakan untuk peningkatan sarana pendidikan, bukan untuk kepentingan pribadi.
“Dari data kami, yang melihat langsung proyek pembangunan tersebut tidak sesuai spesifikasi,” ujar andarmin.
Andarmin menyoroti adanya proyek di sekolah SKB Negeri Lamsel, yang menerima dana revitalisasi pembangunan dan rehabilitasi gedung dengan nilai fantastis, mencapai miliaran rupiah.
Menurutnya, mekanisme dana tersebut bersifat swakelola. Artinya, bantuan dari Kementerian Pendidikan langsung disalurkan kepada kepala sekolah tanpa melibatkan Dinas Pendidikan.
“Secara teknis memang ada bimbingan teknis, lalu dana itu turun ke kepala sekolah. Nilainya Rp 1 miliar lebih,” Ungkapnya andarmin. Ia juga mengaku khawatir dengan pola pelaksanaan yang diterapkan Kepala sekolah”, kata dia.
“Mereka diberi tanggung jawab untuk mengelola pembangunan fisik, padahal tidak memiliki pemahaman mendalam tentang struktur bangunan.
Andarmin menilai hal ini berisiko besar. Sebab, proyek pembangunan tentu memiliki potensi keuntungan dan kerumitan tersendiri.
“Kepala sekolah itu kan sudah digaji negara untuk mengurus pendidikan, bukan malah ikut mengatur pembangunan. Kalau nanti ada temuan atau masalah, kepala sekolah yang harus menanggung beban akibat yang dilakukan oleh para pekerja. Ini berbahaya sekali,” jelasnya.
“Sekolah cukup menerima anggaran, sedangkan pelaksanaan teknis dikerjakan oleh pihak yang profesional. Kalau kepala sekolah dipaksa mengelola pembangunan, itu ibarat jeruk makan jeruk,” katanya lagi.
Anggaran yang digunakan harus sesuai peruntukannya, demi tercipta sarana pendidikan yang aman dan layak bagi siswa, Tutupnya.
Media ini masih menunggu kelarfikasi terkait dugaan tersebut, saat ingin dikonfirmasi kepada sekolah tidak ada. red.