NGANJUK |Dugaan penyimpangan penanganan Kredit Usaha Rakyat (KUR) mencuat di BRI Unit Patianrowo, Kabupaten Nganjuk. DPC LSM Forum Aspirasi dan Advokasi Masyarakat (FAAM) Nganjuk resmi melayangkan somasi kepada pihak BRI setelah menemukan adanya penagihan utang kepada ahli waris debitur KUR yang telah meninggal dunia.
Ketua DPC FAAM Nganjuk, Achmad Ulinuha, mengatakan somasi tersebut dilayangkan menyusul penolakan klaim asuransi jiwa KUR atas nama debitur Sukarsih, meski premi asuransi telah dipungut sejak kredit dicairkan.
“Secara prinsip, risiko meninggal dunia debitur sudah ditanggung asuransi. Jika ahli waris masih ditagih, ini patut dipertanyakan dan berpotensi melanggar prinsip perlindungan konsumen,” kata Achmad saat dikonfirmasi.kamis.(18/12/2025)
Menurut Achmad, pihak BRI disebut menolak klaim asuransi dengan alasan keterlambatan penyerahan akta kematian. FAAM menilai alasan tersebut tidak berdasar karena akta kematian secara administratif memang tidak dapat langsung diterbitkan.
“Ini bukan kelalaian ahli waris. Alasan administratif tidak bisa dijadikan dasar untuk menolak klaim asuransi jiwa KUR,” ujarnya.
FAAM juga menyoroti tidak pernah diserahkannya polis asuransi kepada debitur maupun ahli waris, serta minimnya penjelasan tertulis terkait mekanisme, batas waktu, dan prosedur klaim. Kondisi ini dinilai mencerminkan lemahnya transparansi dalam penyaluran KUR.
Selain itu, kredit KUR senilai sekitar Rp20 juta tersebut diduga disertai pengikatan Sertifikat Hak Milik (SHM) sebagai agunan. Padahal, merujuk Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.05/2016, KUR mikro pada prinsipnya tidak mensyaratkan agunan tambahan karena telah dijamin oleh skema penjaminan dan asuransi pemerintah.
“Jika benar SHM dijadikan agunan, ini bertentangan dengan semangat KUR sebagai program negara untuk membantu usaha mikro dan rakyat kecil,” tegas Achmad.
Dalam somasinya, FAAM meminta BRI Unit Patianrowo untuk menghentikan penagihan kepada ahli waris, menyelesaikan klaim asuransi jiwa sesuai ketentuan, menghapus sisa kewajiban kredit, mengembalikan cicilan yang telah dibayarkan, serta mengembalikan SHM yang diduga dijadikan jaminan.
FAAM memberikan jangka waktu tujuh hari kalender untuk klarifikasi dan penyelesaian. Jika tidak ada respons, FAAM menyatakan akan membawa kasus ini ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ombudsman RI, serta Kejaksaan Negeri Nganjuk terkait dugaan maladministrasi dan potensi pelanggaran hukum perbankan.
Meski demikian, Achmad menegaskan FAAM tetap membuka ruang dialog. “Kami tidak menutup pintu musyawarah. Yang kami dorong adalah penyelesaian yang adil, transparan, dan sesuai prinsip kehati-hatian perbankan,” ujarnya.
Achmad menambahkan, KUR merupakan program strategis pemerintah untuk memperkuat ekonomi rakyat kecil. “Jika pelaksanaannya justru merugikan ahli waris debitur yang telah meninggal dunia, ini menjadi persoalan serius yang harus dibuka secara transparan,” kata Achmad.
Hingga berita ini diturunkan, pihak BRI Unit Patianrowo maupun manajemen BRI belum memberikan pernyataan resmi terkait somasi yang dilayangkan LSM FAAM. (Mif)












