BANJARNEGARA |Misteri penemuan mayat bayi perempuan di plafon kamar mandi putri salah satu SMK di Kecamatan Wanayasa akhirnya terungkap. Polres Banjarnegara memastikan pelaku pembuangan bayi tersebut adalah KA (15), siswi sekolah setempat yang masih berstatus anak di bawah umur.
Kapolres Banjarnegara AKBP Mariska Fendi Susanto mengungkapkan, kasus ini bermula dari penemuan jasad bayi pada Senin, 1 Desember 2025 sekitar pukul 09.00 WIB, dalam kondisi sudah membusuk di atas plafon toilet sekolah.
Hasil penyelidikan mengarah pada seorang siswi yang diketahui berada di kamar mandi selama hampir dua jam dengan alasan haid, kemudian meminta dijemput orang tuanya dan tidak masuk sekolah selama dua hari berturut-turut.
“Petugas bersama pihak sekolah dan puskesmas mendatangi rumah siswi tersebut dan membawanya ke Puskesmas 2 Wanayasa. Pemeriksaan medis menunjukkan adanya tanda persalinan, robekan jalan lahir, sisa plasenta, dan penekanan di bagian perut,” jelas Kapolres saat konferensi pers di Mapolres Banjarnegara, Selasa (23/12/2025).
Siswi tersebut kemudian dirujuk ke RSUD Banjarnegara untuk tindakan kuretase. Dalam pemeriksaan lanjutan, KA mengakui telah melahirkan seorang bayi perempuan dan meletakkannya di atas plafon kamar mandi sekolah pada Selasa, 25 November 2025 sekitar pukul 11.45 WIB.
Hasil autopsi di RSUD Purbalingga memperkuat temuan penyidik. Tes apung paru menunjukkan hasil positif, yang menandakan bayi sempat bernapas dan lahir dalam kondisi hidup sebelum akhirnya ditelantarkan hingga meninggal dunia.
Bayi tersebut diketahui merupakan hasil hubungan dengan pacarnya yang dilakukan pada Januari 2025 di rumah kosong wilayah Kecamatan Karangkobar. KA mengaku mengetahui kehamilannya pada Mei 2025 melalui tes kehamilan, namun pacarnya menolak bertanggung jawab. Rasa takut kepada orang tua membuat kehamilan itu disembunyikan hingga persalinan.
“Pelaku melakukan upaya menyembunyikan kehamilan dan setelah melahirkan melakukan penelantaran serta kekerasan fisik terhadap bayi,” tegas Kapolres.
Meski ancaman pidana mencapai 15 tahun penjara, KA tidak ditahan karena masih di bawah umur, sesuai ketentuan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Penyidik telah memeriksa delapan saksi dan menetapkan KA sebagai anak yang berkonflik dengan hukum.
Atas perbuatannya, pelaku dijerat Pasal 80 Ayat (3) Jo Pasal 76C dan/atau Pasal 77B Jo Pasal 76B UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
Kasus ini kembali menampar dunia pendidikan dan lingkungan sosial, sekaligus membuka pertanyaan serius soal pengawasan, pendidikan kesehatan reproduksi, dan perlindungan anak di lingkungan sekolah. (Ysp)












