NGANJUK |Program Optimalisasi Lahan (Oplah) senilai Rp105 juta yang digelontorkan ke Kelompok Tani (Poktan) Marsudi Tani, Kabupaten Nganjuk, menuai sorotan.
Pasalnya, ditemukan perbedaan mencolok antara rencana anggaran biaya (RAB) dengan realisasi pekerjaan di lapangan, mulai dari spesifikasi material hingga kedalaman pengeboran sumur.
Perbedaan tersebut memunculkan tanda tanya besar, terlebih keterangan antar pengurus kelompok tani tidak sinkron,
Selasa (23/12/2025)
Bendahara Poktan Marsudi Tani, Samiono, mengklaim seluruh pembelanjaan material dilakukan secara terbuka dan diketahui pengurus. Ia menyebut pembelian pipa dan kabel listrik dilakukan bersama-sama, sehingga harga dan jenis material tidak ada yang ditutup-tutupi.
Namun pernyataan itu bertolak belakang dengan keterangan Ketua Poktan, Tumiran. Ia justru menyebut bahwa pelaksanaan program Oplah diborongkan kepada pihak ketiga bernama Arif dengan nilai kontrak sekitar Rp80 juta. Paket borongan tersebut mencakup pengadaan pipa, instalasi listrik, hingga pengeboran sumur.
Perbedaan versi ini diperkuat oleh temuan di lapangan. Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) setempat, Dedy, menjelaskan bahwa dalam RAB tercantum penggunaan pipa diameter 6 dim tipe AW dengan estimasi harga Rp515 ribu serta pipa diameter 3 dim sekitar Rp370 ribu.
Namun, awak media menemukan penggunaan pipa diameter 3 dim tipe D di lokasi proyek.
Menanggapi hal tersebut, Dedy beralasan pipa tipe D hanya digunakan untuk sambungan elbow dan bukan item utama dalam RAB. Menurutnya, perubahan itu bersifat teknis dan tidak memengaruhi fungsi irigasi.

Sorotan berikutnya mengarah pada pengeboran sumur. Dalam RAB, kedalaman sumur direncanakan mencapai 100 meter, namun realisasi di lapangan hanya sekitar 60 meter.
Tumiran mengakui adanya sisa anggaran sekitar Rp20 juta dari total dana Rp105 juta yang kemudian dialihkan untuk pembangunan rumah sibel dan tandon air. Sementara Dedy menyebut, pengurangan kedalaman bor sekitar 40 meter—dengan estimasi Rp400 ribu per meter—menyisakan dana sekitar Rp16 juta yang digunakan untuk bangunan tambahan tersebut.
“Perubahan teknis sudah dikonsultasikan dengan konsultan pengawas dan dinyatakan masih bisa dipertanggungjawabkan,” kata Dedy. Ia juga menegaskan bahwa sistem pemborongan ke pihak ketiga tidak melanggar aturan selama hasil pekerjaan sesuai fungsi dan disetujui pengawas.
Meski begitu, perbedaan antara rencana dan realisasi, ditambah keterangan yang tidak sejalan antar pengurus poktan, memunculkan pertanyaan serius soal konsistensi perencanaan dan mekanisme pengambilan keputusan.
Sejumlah pihak menilai setiap perubahan spesifikasi dan pengalihan anggaran seharusnya disertai dokumen tertulis yang jelas serta disampaikan secara terbuka kepada seluruh pemangku kepentingan.
Program Oplah merupakan program strategis pemerintah yang bersentuhan langsung dengan kebutuhan petani. Karena itu, transparansi dan akuntabilitas dinilai mutlak agar anggaran negara tidak menimbulkan polemik dan tetap tepat sasaran.
Hingga berita ini diturunkan, Dinas Pertanian Kabupaten Nganjuk maupun instansi teknis terkait belum memberikan keterangan resmi terkait perbedaan antara RAB dan realisasi teknis program Oplah di Poktan Marsudi Tani. (Tim)












