Gebrakkasus.com – BADUNG, — Penanganan kasus Bonnie Blue, yang berwarga negara asing ini diduga terlibat untuk pembuatan video pornografi di Bali, kini menuai sorotan tajam publik, pada hari Selasa 23 Desember 2025.
Bukan semata-mata karena perbuatan WNA tersebut, namun’ melainkan karena dugaan ketidak profesional aparat penegak hukum, khususnya oknum penyidik Satreskrim Polres Badung dan Kapolres Badung, yang dinilai gagal menjalankan prinsip kehati-hatian dan akuntabilitas dalam penegakan hukum.
Sejak awal, penangkapan Bonnie Blue terkesan tergesa-gesa dan sarat sensasi. Dalam Penyergapan nya yang semestinya dilakukan secara senyap dan berbasis penyelidikan yang matang, namun’ ini justru diekspos luas ke media massa dan media sosial.
Berita penangkapan itu menyebar ke publik nasional bahkan internasional, seolah-olah perkaranya telah terang-benderang dan pelaku sudah pasti bersalah.
Namun’ fakta hukum berkata lain. Penyidik Satreskrim Polres Badung justru tidak mampu menemukan alat bukti yang cukup untuk menjerat Bonnie Blue. Tidak ada penetapan tersangka, tidak ada konstruksi pidana yang akurat, lalu perkara berakhir dengan pembebasan. Ironisnya lagi, kegaduhan yang sudah telanjur diciptakan oleh aparat itu sendiri.
Seorang tokoh masyarakat Badung yang menyoroti keras kejanggalan tersebut mengungkap.
“Ini dugaan kesalahan penyidik Satreskrim Polres Badung. Belum menemukan alat bukti yang cukup, kenapa langsung disergap, dan ditangkap..? Setelah tidak cukup bukti, kenapa justru bola panas dilemparkan ke Imigrasi..? Kapolres Badung harus bertanggung jawab atas semua masalah kegaduhan ini,” tegasnya.
Alih-alih melakukan evaluasi internal, perkara justru dilimpahkan secara tidak langsung ke Imigrasi melalui tindakan deportasi. Padahal secara prinsip hukum, seseorang yang tidak terbukti bersalah dan tidak berstatus tersangka tidak otomatis dapat dideportasi. Langkah inilah yang memicu kekecewaan mendalam dari Bonnie Blue, yang merasa dipermalukan secara global namun’ tidak pernah diadili secara adil.
Dampaknya kini menjadi masalah nasional. Setelah dipulangkan ke negaranya, Bonnie Blue malah kembali membuat kegaduhan melalui kontennya dan pernyataan provokatif. bahkan ia diduga melakukan tindakan yang melecehkan simbol negara Indonesia, termasuk Bendera Merah Putih. Pada titik ini, Indonesia yang kehilangan kewenangan hukum karena yurisdiksi telah dilepas.
Reaksi kritik Keras datang dari DPD RI
Anggota DPD RI Komite I Bidang Hukum, Arya Wedakarna, bereaksi keras melihat viralnya kasus ini dan dampak buruk yang ditimbulkan.
“Hukum Indonesia tidak bisa menjangkau WNA di luar negeri. STOP oknum aparat hukum dan oknum Imigrasi ikut-ikutan ingin jadi populer!” tegas Arya Wedakarna.
Menurutnya, akar masalah ini bukan hanya pada WNA yang bersangkutan, akan tetapi pada aparat yang lebih mementingkan ekspos ke media daripada ketepatan hukum. Penegakan hukum yang dijalankan tanpa perhitungan matang justru mempermalukan negara kita dan melemahkan wibawa hukum Indonesia.
—Dugaan Pidana dan Pelanggaran Oknum Penyidik & Kapolres Badung
Berdasarkan rangkaian peristiwa tersebut, oknum penyidik Satreskrim dan Kapolres Badung patut diduga telah melakukan atau membuka ruang terjadinya pelanggaran, antara lain:
1. Penyalahgunaan Wewenang
Penangkapan dan ekspos publik tanpa alat bukti yang cukup berpotensi melanggar prinsip abuse of power sebagaimana diatur dalam Pasal 421 KUHP.
2. Pelanggaran Asas Praduga Tak Bersalah
Publikasi masif terhadap seseorang yang belum ditetapkan sebagai tersangka bertentangan dengan asas fundamental hukum pidana dan KUHAP.
3. Maladministrasi dalam Penegakan Hukum
Tindakan tidak cermat, tergesa-gesa, dan tidak profesional yang menimbulkan kegaduhan nasional serta kerugian immaterial bagi negara.
4. Pelanggaran Kode Etik Profesi Polri
Penanganan perkara yang mengedepankan viralitas daripada profesionalisme berpotensi melanggar kode etik dan disiplin anggota Polri.
5. Penghilangan Kesempatan Penegakan Hukum
Dengan membiarkan deportasi terhadap subjek yang sebelumnya dipublikasikan sebagai pelaku dugaan kejahatan, aparat secara sadar melepaskan yurisdiksi hukum Indonesia.
—Penegasan Sikap Ke depan, penanganan perkara WNA harus dilakukan dengan:
Penyelidikan tertutup dan berbasis alat bukti.
Penetapan status hukum yang jelas sebelum ekspos publik. Koordinasi yang akuntabel antar institusi, bukan saling melemparkan tanggung jawab.
DPD RI menyatakan akan menyampaikan persoalan tersebut kepada Kapolri dan Menteri Imigrasi, serta meminta evaluasi menyeluruh terhadap jajarannya di Bali.
Jika terbukti tidak profesional dan merugikan wibawa negara, maka rekomendasi sanksi hingga tingkat pusat akan ditempuh. Dikutip dari media radar007.com. ***













