PURWOKERTO | Somasi yang dilayangkan kuasa hukum seorang warga kepada wartawan Derap.id, Widhiantoro Puji Agus Setiono alias Baldy, memicu perhatian sejumlah pihak di Purwokerto.
Somasi tersebut menuntut penurunan berita, permintaan maaf di tiga media massa, serta menyertakan ancaman penggunaan pasal dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Ketua Peradi SAI Purwokerto, Djoko, menilai langkah tersebut berpotensi menekan kerja jurnalistik. “Somasi adalah hak setiap warga negara, tetapi bentuk dan isinya tidak boleh melampaui batas wajar,” katanya pada Jumat, 5 Desember 2025.
Ia menegaskan bahwa proses kerja pers dilindungi Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
Berita Dinilai Memenuhi Kaidah Jurnalistik
Djoko menyatakan telah menelaah berita Derap.id yang dipersoalkan. Menurut dia, laporan tersebut sudah memuat informasi secara proporsional dengan mencantumkan inisial, menerapkan asas praduga tak bersalah, serta menyertakan keterangan dari pihak pelapor.
“Tidak ada unsur penghakiman atau pembentukan opini sepihak. Bahasa yang digunakan juga merupakan standar penulisan berita kriminal,” ujarnya.
Saran Hak Jawab Tidak Direspons
Djoko mengatakan Peradi SAI telah menyarankan pihak yang keberatan untuk menempuh hak jawab sebagaimana diatur dalam UU Pers. Namun, saran tersebut tidak mendapat respons.
“Hak jawab adalah mekanisme yang paling tepat dan cepat ketika seseorang merasa dirugikan oleh pemberitaan. Jika hak jawab tidak dimuat, barulah tersedia ruang penyelesaian di Dewan Pers,” katanya.
Penggunaan Pasal ITE Dinilai Tidak Tepat
Ancaman penggunaan Pasal 27A jo. Pasal 45 UU ITE dalam somasi itu juga disoroti. Djoko menegaskan bahwa produk jurnalistik berada di bawah rezim UU Pers sehingga setiap keberatan harus diselesaikan melalui Dewan Pers terlebih dahulu.
“Kriminalisasi terhadap profesi wartawan dapat menimbulkan dampak serius bagi kebebasan pers dan kualitas demokrasi,” katanya.
Seruan Penyelesaian secara Proporsional
Djoko berharap semua pihak tetap mengedepankan mekanisme penyelesaian yang diatur dalam UU Pers.
“Pers bekerja untuk kepentingan publik. Jika ada kekeliruan, ada prosedur koreksi yang jelas. Tidak semua perbedaan pandangan harus disikapi dengan ancaman pidana,” tuturnya. (str)












