Poto : Saat para kepala desa se-kacamatan pagar gunung Kabupaten lahat digiring menuju Kejati Sumsel.
Gebrakkasus.com – LAHAT – Tim penyidik bidang tindak pidana khusus kejaksaan tinggi Sumatera Selatan ( Kejati Sumsel ). Dengan tegas menetapkan dua tersangka dalam pengembangan kasus Operasi Tangkap Tangan (OTT) di kantor kecamatan pagar gunung, Kabupaten lahat, pada tanggal 25 Juli 2025.
Penetapan ini menyoroti praktek korupsi terstruktur yang menggerogoti dana desa dan berdampak langsung dengan masyarakat.
Dalam keterangan pers resmi pada hari Jumat tanggal 25 Juli 2025. Kasi penkum Kejati Sumsel Venny Yulia Eka Sari. SH.MH mengatakan bahwa kedua tersangka telah ditetapkan setelah penyidik mengantongi alat bukti kuat melalui pemeriksaan insentif terhadap saksi-saksi.
“Berdasarkan surat perintah penyidikan nomor print-17/L.6/Fd.1/07/2025 kami menyimpulkan telah terjadi perbuatan melawan hukum dengan kerugian terhadap keuangan negara. Bukti-bukti telah memenuhi unsur pasal 184 ayat 1 KUHP”tegas venny.
Tersangka ditahan dengan dugaan anggaran dana diselewengkan. Dua orang tersangka resmi ditahan di rutan kelas 1 Palembang diantaranya ketua Abdesi dan JS bendahara Abdesi Kecamatan pagar gunung.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan surat TPA 19 dan TPA 20 tertanggal 25 Juli 2025 dan langsung ditahan selama 20 hari ke depan hingga 13 Agustus 2025.
Modus yang digunakan cukup sistematis para kepala desa diwajibkan menyetor Rp 7 juta rupiah per tahun untuk kegiatan APDESI yang disebut-sebut sebagai biaya silaturahmi dan kegiatan sosial bersama instansi pemerintah.
Namun’ uang tersebut disetorkan dari anggaran dana desa (ADD) yang notabennya merupakan keuangan negara.
“Untuk tahun ini para kades diminta menyetorkan Rp 3,5 juta terlebih dahulu, padahal dana itu jelas bukan untuk kepentingan masyarakat, tapi dimanfaatkan secara tidak sah”, Ujarnya Venny.
Ancaman berat, jejak korupsi bukan sekali, Atas perbuatannya kedua tersangka yang dijerat dengan pasal 2 ayat (1) jo. pasal 18 dan atau pasal 3 jo. Pasal 18 dan atau pasal 12 huruf e dan atau pasal 11 UU no. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah diubah dengan UU no. 20 tahun 2001. Ancaman pidananya berat, dengan hukum penjara belasan tahun serta denda dan uang pengganti.
Dugaan tersebut hanya terjadi di tahun berjalan menurut hasil penyidikan praktek pungutan dana ini sudah berlangsung selama beberapa tahun lalu.
“Sekitar 20 saksi para kepala desa sudah kami periksa dan ditemukan bahwa praktik ini bukan kejadian tunggal pada tahun 2025 saja “, ungkapnya Venny.
Kejaksaan telah menelusuri kemungkinan adanya aliran dana kepada aparat penegak hukum (APH) sebagai bagian dari upaya pembongkaran jaringan korupsi secara menyeluruh.
Komitmen membersihkan tata kelola dana desa. Kejati Sumsel menekankan bahwa fokus perkara ini bukan semata kerugian negara yang saat ini terindikasi sebesar Rp 65 juta.
“Yang lebih esensial adalah perbuatan para tersangka telah menyebabkan anggaran dana desa yang seharusnya digunakan untuk kemajuan masyarakat. Tidak dapat di gunakan atau dinikmati semestinya, Jelas Venny, menunjukkan fokus pada dampak sosial dari tindak pidana korupsi”.
Sebagai langkah pencegahan Kejaksaan akan memperkuat peran intelijen dan datun untuk memberikan pendampingan hukum kepada para kepala desa, agar pengelolaan dana desa berjalan akuntabel, transparan dan jauh dari korupsi.
“Kejati Sumsel tegaskan, tidak ada toleransi terhadap pelanggaran hukum, sekecil apapun semua yang terlibat akan ditindak tegas” tutupnya Venny.