Bobroknya Administrasi Stakekholder di Radio DBFM 93.0 Kalianda Lamsel ? Dalam 1 Tahun Terbitkan 2 SK

KABUPATEN LAMPUNG SELATAN – Edi Karnizal mantan penyiar radio Dimensi Baru (DB FM 93.0 Kalianda) Lampung Selatan yang sudah mengabdi selama 15 tahun itu, dan pada akhirnya menjadi korban pemecatan secara sepihak dan menjadi korban fitnah atas perbuatan yang melanggar hukum serta dituduh menabrak Undang-undang ITE oleh sang Direktur stasiun Radio tersebut yang berinisial RS.

Lalu, atas unggahan dan curhatan Edi Karnizal di Sosial Media (Sosmed) yaitu di aplikasi facebook dan lain sebagainya, kemudian RS melaporkan Edi Karnizal ke pihak Polres Lampung Selatan atas hal tersebut yang terkesan melanggar dan menabrak UU ITE tersebut. Namun Edi Karnizal mengklarifikasi di Polres Lampung Selatan dan memenuhi panggilan Berita Acara Penyelidikan (BAP) kasus terkait yang didampingi oleh Kuasa Hukum Edi Karnizal dari KANTOR HUKUM PARADIGMA Lampung Selatan, yakni; Jonizar.AR, S.E.,S.H & PARTNERS.

Bagaimana, Edi Karnizal pun membuka dan Bongkar data administrasi satu persatu dalam ke bobrokkan aturan atas Surat Keputusan (SK) di Tubuh/Stakekholder terkait ke pihak Polres Lamsel dan Kuasa Hukum nya.

Pada stasiun Radio DBFM 93.0 KALIANDA itu yang dimiliki atau dinaungi oleh Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Lampung Selatan selama ini yang dalam hal ini berkaitan dengan Bupati Lamsel, Sekda, serta Kadis Kominfo setempat. katanya,Rabu (22/01/2025).

Mengapa, dengan demikian. SK yang dikeluarkan DBFM 93.0 Kalianda itu menjadi 2 kali terbit dalam 1 tahun, yaitu pada bulan Januari 2024 dan Juni 2024 ditanda tangani oleh Kepala Dinas (Kadis) Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Kabupaten Lampung Selatan dan terdapat pengalihan nama-nama petugas di stasiun radio tersebut.

Sehingga, Kuasa Hukum Edi Karnizal (Jonizar.AR) menyampaikan bahwa terkait dalam unggahan Edi Karnizal di Sosmed, dan alhamdulillah di jawab dengan tegas dan lurus dan tidak plin-plan oleh Edi.

Dan korelasinya adalah, “kenapa Edi meluapkan ucapannya, karena ucapan di medsos itu tidak lain adalah korelasinya dengan penghentian atau cara rekrutmen nya, yang menurut Edi bahwa itu semua tidak adil, dan tidak fair,” ungkap Jonizar.

Lanjut dia, “jadi. Kami sebagai kuasa hukum Edi, tentu melihat dan menelaah pada sisi lain juga, karena kejadian ini bersumber dari sebuah kronologis tentang perkara perkara terkait perekrutan.”

“Dan saya pun serta tim hukum, telah berkonfirmasi dan koordinasi kepada Kadis terkait dan Sekdin nya, serta Kabag Hukum Pemkab Lampung Selatan ini juga.”

“Untuk kami bertanya tentang juklak juknis, dan finis penerimaan karyawan sebagai penyiar di radio tersebut. Dan sampai hari ini pun, saya sebagai kuasa hukumnya Edi, masih menunggu informasi informasi Stakekholder terkait. Karena menurut pak Kabag Hukum Pemkab setempat, dan Kabid penyiaran dan publikasi di Kominfo itu, sampai hari ini belum ada konfirmasi dan mereka menjanjikan akan mencari dulu regulasinya,” terang Jonizar saat di wawancarai Awak Media ini didepan Polres setempat.

Maka, kata Jonizar lagi, “jadi kami juga dalam hal ini dan nanti kita bahas bersama ya, sebab SK ini diterbitkan tahun 2024 ada dua kali terbit, yaitu bulan Januari 2024 hingga Juni 2024,” tutur Jonizar.

Kendati begitu, ditambahkan juga oleh tim Kuasa Hukum Edi Karnizal. Ali Roni, S.H.,M.H menyampaikan juga bahwa, “ya dalam nuansa ini adalah suatu aspek dan dampak, dalam suatu peristiwa yang harus jelas serta transparansi, terhadap regulasi suatu lembaga,” ujarnya.

Sambungnya, “kemudian, kami melihat dan membaca, bahwa dalam hal ini ada miskomunikasi dan ada mis understanding yang sedang bersengketa. Khususnya kepada pemegang regulasi berkaitan dengan SK SK tersebut, sebab SK inikan harus jelas.”

“Karena sifatnya harus feilstagi, bahasa ini adalah mengikat secara hukum termasuk hak dan kewajiban. Maka yang lebih ditekan kan itu adalah menyangkut masalah anggaran, dan anggaran itukan adalah milik pemerintah daerah. Jadi harus lah jelas penggunaannya, oleh sebab itu setelah saya pelajari, bahwa itu adalah waktu didalamnya, maka ketetapan itu tidak ada.”

“Sehingga dalam hal itu seharusnya ada Evaluasi. Kemudian harus ada keterbukaan publik dan transparansi, sesuai Undan-undang yang berlaku, yaitu salah satunya adalah Undang-undang nomor 14 tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik,” pungkas Ali Roni,S.H.,M.H.

Perlu diingat Undang-undang tersebut adalah mengatur tentang hak masyarakat untuk memperoleh informasi publik dan kewajiban badan publik untuk menyediakannya. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *