Dana Jasa Pelayanan Tidak Dibayarkan Menahun, Bidan Puskesmas Ulu Belu Meradang

 

TANGGAMUS – Dana kapitasi Puskesmas kecamatan Ulu Belu diduga disalahgunakan oknum kepala UPT Puskesmas Ngarip. Tak tanggung tanggung dana miliaran yang dikucurkan pemerintah tersebut diduga jadi ajang memperkaya diri oknum tersebut, Selasa (11-06-2024)

Dugaan ini mencuat ketika media ini menginvestigasi dari beberapa narasumber yang merupakan pegawai kesehatan di UPT Puskesmas Ulu Belu. Nani (28) PNS di UPT tersebut mengutarakan bahwa dana jasa pelayanan medis baik persalinan maupun perawatan ibu melahirkan tidak dibayarkan sejak 2020 sampai tahun 2024. ” Sejak tahun 2020 dana kapitasi jasa pelayanan medis tidak dibayarkan kepada saya maupun rekan rekan bidan desa lain, Kemana hak kami itu kok tidak diberikan ” kata Nani.

Bidan Puskes ini lebih lanjut mengutarakan bahwa ia telah mencoba untuk meminta uang jasa pelayanan medis tersebut kepada Kepala Puskesmas, tapi tak kunjung berhasil. Alhasil ia menghubungi Sekretaris Dinas Kesehatan Tanggamus, Bambang, namun ia hanya dinasehati agar patuh pada etika dan norma seorang PNS. ” Sudah nggak usah macam macam mbak Nani, kamu PNS junjung etika dan norma PNS, saya yakin kamu bisa sukses menjadi PNS kok”, kata Bambang kepada Nani via telpon.

Usaha Nani pupus untuk menuntut haknya dan teman teman Puskes dan bidan desa lainnya. Bahkan ia menghubungi puluhan bidan desa lain menanyakan pembayaran jasa pelayanan medis tersebut. Semua kompak tidak dibayarkan oleh Puskesmas atau dinas kesehatan Tanggamus tanpa alasan yang jelas.

” Saya akan berjuang menuntut hak saya untuk mengambil honor jasa pelayanan medis tersebut” kata Nani lagi. Nani yakin dana Jampersal, BOK Puskesmas Ulu Belu sudah dikucurkan pemerintah Pusat, namun tidak dibayarkan oleh oknum puskesmas ulu Belu atau Dinas Kesehatan Tanggamus.

Lanjut insetivigasi tim awak media kedinas kesehatan pada hari Selasa tanggal 11-06-2024 awak media langsung kumpirmasi ke sekertaris dinas kesehatan pak Bambang namun hanya sebentar beliau menutur kan nanti saja kompirmasi nya lewat wa aja dikarenakan beliau ada rapat di di DPRD.katanya.

Memang dari riset lembaga anti korupsi Indonesia Coruption Watch (ICW) dana kapitasi ini sering disalahgunakan. Potensi fraud dalam pengelolaan dana kapitasi berupa temuan terkait pemanfaatan dana kapitasi tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Memanipulasi bukti pertanggungjawaban dan pencairan dana kapitasi dan menarik biaya dari peserta yang seharusnya telah dijamin dalam biaya kapitasi dan/atau non kapitasi sesuai dengan standar tarif yang ditetapkan. Begitu juga dengan kasus korupsi yang ditangani oleh penegak hukum dalam pengelolaan dana kapitasi periode 2014-2018 menunjukkan masalah serupa. Terdapat 8 kasus korupsi pengelolaan dana kapitasi puskesmas di 8 daerah. Kerugian negara yang ditimbulkan akibat kasus ini mencapai Rp 5,8 miliar, dengan jumlah tersangka 14 orang.

Meski jumlah kasus yang terjadi, kerugian negara yang diakibatkan, dan jumlah tersangka terhitung kecil, tetapi aktor yang terlibat dalam kasus ini relatif tinggi yakni pejabat teras atas di pemerintah daerah. Dari 8 kasus korupsi dana kapitasi, paling tidak 2 kepala daerah telah ikut terseret dalam pusaran kasus ini yakni, Bupati Jombang dan Bupati Subang. Selain itu, terdapat 4 Kadinkes yakni, Kadinkes Pesisir Barat Provinsi (Lampung), plt Kadinkes Jombang (Jatim), Kadinkes Lampung Timur (Lampung), dan Kadinkes Ketapang (Kalbar). Sementara itu, selain Kepala Daerah dan pejabat eselon 2 dan 3 Dinas Kesehatan, Kepala Puskesmas juga ikut menjadi tersangka dalam kasus korupsi dana kapitasi. Terdapat 3 orang kepala puskesmas dan bendahara puskesmas yang juga ikut terseret dalam kasus korupsi.

Dana kapitasi belasan triliun rupiah setiap tahunnya yang ditransfer oleh BPJS Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), terutama puskesmas, sangat rawan dikorupsi oleh birokrat daerah sektor kesehatan. Dari pemantauan ICW, dana kapitasi juga digunakan untuk menyuap kepala daerah, akreditasi puskesmas, dan dana kampanye pilkada oleh petahana.

Peta Fraud Dan Korupsi Dana Kapitasi dapat disampaikan sebagai berikut:
Pola potensi Freud dana kapitasi yang pertama yaitu Memanipulasi dokumen dan isinya untuk perhitungan Jaspel seperti dokumen absensi dan jumlah pegawai. Pelakunya biasanya petugas puskesmas (medis non medis, bendahara, dan kepala puskesmas. Penyebab penyimpangan ini disebabkan adanya desakan untuk menyetor sebagian dana kapitasi pada atasan, kebutuhan dana puskesmas yang tidak bisa dipenuhi oleh dana kapitasi, BOK dan lainnya,adanya keinginan untuk keuntungan pribadi kepala puskesmas dan bendahara, sistem pencatatan pertanggungjawaban keuangan belum baik dan petugas puskesmas takut pada kepala puskesmas

Pola kedua yaitu Pemotongan dan jaspel. Pelakunya biasanya Kepala Puskesmas dan Bendahara. Penyimpangan ini disebabkan oleh Kepala puskesmas memiliki otoritas kuat dalam puskesmas sehingga pegawai tidak berani mengkritik jika terjadi pemotongan anggaran, sistem pengawasan internal pemda lemah.

Pola ketiga yaitu menyetor dana hasil pemotongan jaspel pada kepala dinas kesehatan atau kepala daerah (menyuap) dandana juga digunakan untuk membiaya kegiatan lain seperti sertifikasi/akreditasi puskesmas. Pelakunya biasanya Kepala Puskesmas dan Bendahara. Penyebabnya yaitu ada ketakutan pada atasan untuk dimutasi atau dicopot dari jabatan, ingin mendapatkan pendapatan dan belanja sesuai dengan keinginannya, sistem pengawasan pegawai rendah, adanya kebutuhan untuk dana kampanye atau dana politik/pilkada
Pole ke empat potensi Freud penyimpangam dana kapitasi yaitu manipulasi dan penggelembungan harga pembelian obat dan bahan habis pakai yang didanai dari dana kapitasi untuk operasional. Pelakunya adalah Kepala Puskesmas dan Bendahara. Penyebabnya yaitu sistem pengawasan dan pemeriksaan pertanggungajawaban lemah,
ada pihak lain seperti penyedia obat meubalair dan lainnya yang bersedia memberi atau merekayasa bukti pertanggungjawaban belanja.
Pola kelima yaitu Anggaran ganda, dimana belanja operasional didanai dari dana kapitasi dan BOK (Bantuan Operasional Kesehatan). Kegiatan satu tapi didanai dari dua sumber yakni dana kapitasi dan BOK. Salah satu sumber.dana digelapkan.pelakunya biasanyaKepala Puskesmas. Penyebabnya yaitu adanya keinginan untuk mendapatkan keuntungan dari belanja operasional,adanya permintaan setoran dari atasan.

Pola keenam penyimpangan dana kapitasi yaitu memeras kepala puskesmas pada saat pengesahan rencana pendapatan dan belanja kapitasi setiap tahun. Pelakunya biasanya Kepala daerah dan Kepala Dinas Kesehatan. Penyebabnya yaitu menguasai informasi tentang besaran dana kapitasi dan BOK yang diterima puskesmas,kebutuhan dana politik dan kebutuhan pribadi, kepala puskesmas dan pegawainya adalah anak buah yang takut pada Kadinkes dan Kepala daerah

Dari potensi Freud penyimpangan dana kapitasi riset ICW itu diduga besar kemungkinan terjadi di dinas kesehatan Tanggamus secara umum dan khususnya UPT Puskesmas Ulu Belu. Oleh sebab itu sebaiknya BPK dapat mengaudit dana kapitasi dan BOK Kabupaten Tanggamus yang jumlahnya miliaran. Pada Tahun 2024. dari data TKDD DJP Kemenkeu Kabupaten Tanggamus sebesar 9,66 Milyar, 2023 sebesar 25.62 Milyar, tahun 2022 BOK Tanggamus yang ditransfer pusat sebesar 34,02 Milyar, Tahun 2021 sebesar 24, 89 milyar dan tahun 2020 sebesar 31,96 milyar.

Dari jumlah kucuran dana fantastis tersebut sudah selaiknya masyarakat dapat pelayanan medis yang memuaskan dan fasiltas Puskesmas yang memadai. Namun dari buntut kasua tidak dibayarkan dana tersebut sejak 2020 kemungkinan besar diduga uang tersebut diduga disalahgunakan oknum pejabat bersangkutan. Selain itu dari jejak digital yang ada dana Jampersal yang jumlah triliunan juga banyak disalahgunakan dan tumpang tindih dalam penggunaannya dengan dana BOK. Permenkes No 66 tahun 2022 tentang penggunaan dana kapitasi, Permenkes no 37 tahun 2023 tentang juknis BOK kesehatan, Keputusan menteri Kesehatan no 1354 tahun 2022 tentang juknis dana jaminan persalinan tahun anggaran 2022 diduga kuat telah dikangkangi oleh oknum pejabat terkait. Oleh sebab itu sudah laik lembaga anti rasuah menegakkan UU No 31 tahun 1999 jo UU no 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Selain itu berdasarkan pasal 8 Undang-Undang No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, yang menyatakan bahwa “tugas pemeriksaan dapat mempertimbangkan informasi dari masyarakat”. Mengingat fraud dan korupsi dana kapitasi diduga terjadi secara sistematis, luas dan terstruktur, serta sangat berdampak terhadap pelayanan kesehatan dasar yang diselenggarakan puskesmas, maka BPK harus dan segera melakukan audit terhadap dana kapitasi program JKN yang ada di Indonesia. (Tim)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *