Banyuwangi,GebrakKasus.com-Beberapa hari lalu, sempat beredar pernyataan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Abdullah Azwar Anas bahwa pegawai honorer atau Tenaga Harian Lepas ( THL ) tidak akan mendapatkan tunjangan hari raya atau THR pada tahun ini.
Bagaiaman perasaan honores yang sudah mengabdi lama lalu tidak mendapatkan kesetaraaan untuk kesejahteraanya yang digunakan untuk keluarga pada saat lebaran. Diakui atau tidak, banyak peran dan tugas honorer yang kerjanya begitu luar biasa dibanding dengan segelintir ASN yang ada di lingkup ia bekerja.
Lalu sekarang, bagaimana dengan gaji honorer di seluruh Indonesia, apakah selama ini gaji atau upah yang diterima sudah sesuai dengan Upah Minimum Regional ( UMR ) atau Upah Minimum Kabupaten ( UMK ) ?.
Melihat peran pegawai honorer yang sangat begitu besar kepada pemerintahan khususnya di daerah, seolah posisi atau status mereka sebagai honorer tidak dihargai dan ada ketimpangan. Kita ambil contoh Kabupaten Banyuwangi. Salah satu Kabupaten yang memiliki sumber daya alam melimpah ruah dan terdapat banyak perusahaan yang bisa mengeluarkan CSR. Bagaimana kesejahteraannya dengan status honorernya dan dengan pekerjaan atau tanggung jawab yang lebih banyak?.
Pemerintah Kabupaten harus memiliki inisiatif terhadap kebijakan yang diambil untuk para pegawai honorer tersebut. Bagaimana dikata Kabupaten bisa dikata sejahtera atau pendapatan per kapitanya bagus jika gaji saja masih banyak yang dibawa UMR atau UMK.
Lalu bagaimana di Perppu Ciptaker terkait hal tersebut? Ternyata tetap dan tidak berubah. Yaitu menghapus Pasal 90 dan Pasal 185 disesuaikan. Yaitu:
(1) Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80, Pasal 82, Pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau Pasal 160 ayat (4) dikenai sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp10O.0OO.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,0O (empat ratus juta rupiah).
(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.
CONTOH KASUS:
Mahkamah Agung dalam putusannya pernah menjatuhkan hukuman kepada Bagoes Srihandojono yang juga Direktur PT Panca Puji Bangun. Sebab, perusahaan di Surabaya itu mempekerjakan 35 orang karyawan di pabriknya dengan gaji di bawah UMR.
Pada 30 Maret 2010, jaksa menuntut Bagoes selama 18 bulan penjara. Gayung bersambut. Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menghukum Bagoes selama 1 tahun penjara karena menggaji karyawannya di bawah UMR. Putusan itu dikuatkan Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya pada 13 April 2010 dan kasasi pada 8 November 2011. Duduk sebagai ketua majelis Zaharuddin Utama dengan anggota Prof Surya Jaya dan Prof Gayus Lumbuun. Putusan itu juga dikuatkan PK. ( Sumber berita ( https://news.detik.com/berita/d-6493904/perppu-ciptaker-hapus-ancaman-bui-ke-majikan-menggaji-buruh-di-bawah-umr).
Hal ini berlaku bagi perusahaan yang tidak menjalankan aturan yang sudah ditetapkan. Lalu bagaimana dengan pegawai honorer di pemerintahan yang digaji tidak sesuai dengan UMR atau UMK masing – masing. Apakah juga bisa kena sanksi pidana dan denda?.
Khusus untuk Kabupaten Banyuwangi, salah satu Kabupaten yang memiliki potensi sumber daya alam begitu luas, banyak perusahaan besar yang ada di Banyuwangi. Maksimalkan lah itu CSR maka harus bisa memanfaatkan dengan sebaik – baiknya untuk masyarakatnya termasuk dalam kesejahteraan honorer.
CSR tidak hanya diperuntukan pembangunan saja, namun membangun SDM dengan memberikan jaminan kesejahteraan bagi honorer juga diperlukan untuk membangun daerah lebih maju.
Veri Kurniawan ( FOSKAPDA)